Haramnya Bunuh Diri
وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللهِ لاَتُحْصُوهَا
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnya. (QS. Ibrahim: 34)
Marilah kita tingkatkan taqwa kita kepada Allah, yaitu
dengan meningkatkan ketaatan dan menjauhi apa yang dilarang-Nya.
Termasuk taqwa, yaitu kita meningkatkan kesabaran dan tidak mudah putus
asa.
Banyak di antara orang, yang
karena diuji dengan sakit parah yang sebagian dokter mengatakan bahwa
sakitnya tidak ada harapan sembuh, lalu bunuh diri.
Atau di waktu peperangan dan dia sakit parah, tidak cepat mati, lalu
bunuh diri. Atau karena sangat malunya dan sangat sakit hati, lalu bunuh
diri. Bagaimanakah hukum perbuatan tersebut menurut tinjauan Islam?
Sebagai hamba Allah, kita tidak akan
lepas dari cobaan, baik berupa kelapangan maupun kesempitan, kesenangan
maupun kesusahan. Ini berarti membutuhkan kesabaran yang serius.
Tetapi kenyataan yang terjadi di sekeliling kita banyak
yang jauh dari apa yang diinginkan syariat. Mungkin apabila cobaan itu
ringan kita masih sabar, namun bagaimana kalau cobaan itu berhadapan
dengan kematian atau berhadapan dengan malu yang sangat, masihkah kita
bertahan untuk bersabar.
Banyak di antara orang, yang karena diuji dengan sakit
parah yang sebagian dokter mengatakan bahwa sakitnya tidak ada harapan
sembuh, lalu bunuh diri. Atau di waktu peperangan dan dia sakit parah, tidak cepat mati, lalu bunuh diri. Atau karena sangat malunya dan sangat sakit hati, lalu bunuh diri. Bagaimanakah hukum perbuatan tersebut menurut tinjauan Islam?
Ternyata Islam tidak membolehkan perbuatan bunuh diri, karena berbagai hal. Ketidakbolehan ini mencakup orang yang bunuh diri, atau orang yang menolong terjadinya bunuh diri,
atau berserikat di dalamnya, baik dengan cara cepat atau dengan cara
lambat, baik dengan pedang ataupun obat-obatan. Maka barangsiapa
membantu perbuatan bunuh diri, berarti dia telah bersekutu di dalam dosa, karena dia menjadi sebab dosa bunuh diri tersebut. Sedangkan pada asalnya nyawa manusia itu terjaga, tidak boleh dibunuh kecuali dengan haq/idzin syariat.
Allah berfirman:
وَلاَتَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّباِلْحَقِّ
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (sebab) yang benar.” (QS. Al-An‘am: 151)
Bahkan sebenarnya Allah Subhanahu wa Ta’ala itu lebih sayang kepada para hamba-Nya daripada sifat sayang mereka terhadap diri mereka sendiri. Dia berfirman,
وَلاَتَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ
رَحِيمًا {29} وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ
نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرًا
{30}
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa
berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan
memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.” (QS. An-Nisa’:29-30)
Dan telah shahih hadis dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ
بِحَدِيْدَةٍ فَحَدِيْدَتُهُ فِيْ يَدِهِ يَتَوَجَّأَ بِهَا فِيْ بَطْنِهِ
فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِداً مُخَلِّدًا فِيْهَا أَبَداً، وَمَنْ شَرِبَ
سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِداً
مُخَلِّدًا فِيْهَا أَبَداً. وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ
نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِداً مُخَلِّدًا
فِيْهَا أَبَداً”.
“Barangsiapa bunuh diri
dengan besi, maka kelak besinya di tangannya, dia akan memukulkannya
ke perutnya pada hari kiamat di neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya
selama-lamanya. Dan barangsiapa bunuh diri
dengan racun, maka racunnya kelak di tangannya, dia akan menghirupnya
di neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan
barangsiapa menjatuhkan diri dari (atas) gunung, sehingga dia mati, maka
kelak dia akan menjatuhkan diri di neraka Jahannam, dia kekal di
dalamnya selama-lamanya.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Dari Abu Qilabah dari Tsabit bin Adh Dhahhak radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa bunuh diri dengan sesuatu, maka dia diadzab dengannya pada hari kiamat.” (HR. Jamaah)
Dari Jundub bin Abdullah Al-Bajali radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebelum kamu dulu ada seorang yang luka lalu dia tidak sabar maka dia
mengambil sebilah pisau dan memotongkannya pada tangannya, maka tidaklah
darahnya berhenti sehingga dia mati.” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hambaku telah mendahului Aku dengan (membunuh) dirinya, maka Aku haramkan surga baginya.” (Muttafaqun ‘Alaih dan ini Lafadz Bukhari).
Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya mengharapkan kematian karena kesusahan yang menimpanya. Dalam hadis Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah salah seorang di antara kamu sekali-kali mengharapkan
kematian karena kesusahan yang menimpanya. Tetapi jika terpaksa harus
melakukan, hendaknya mengatakan: “Ya Allah, hidupkanlah aku jika hidup
itu lebih baik baik bagiku, dan matikanlah aku jika mati itu lebih baik
bagiku.” (HR. Bukhari dan Muslim dan ini lafadz Bukhari)
Dan dikeluarkan oleh Bukhari juga dengan lafadz yang lain dari hadis Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata,
Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah salah seorang di antara kamu mengharapkan kematian,
sekiranya dia telah berbuat baik, mudah-mudahan bertambah baik dan
sekiranya dia telah berbuat buruk mudah-mudahan dia bertaubat.”
Apabila manusia dilarang semata-mata mengharapkan kematian, maka bunuh diri
pun tentu lebih terlarang. Perbuatan tersebut termasuk melampaui
batas-batas Allah, karena perbuatan itu menunjukkan ketidak-sabaran
terhadap ketentuan Allah dan mengandung pernyataan keberatan terhadap
qadha dan qadar Allah. Padahal sesuai hikmah Allah di dalan kehidupan
ini, bahwa Dia benar-benar akan menguji dan mencoba hamba-hamba-Nya,
baik dengan kesenangan atau kesusahan. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang ssebenar-benarnya).” (QS. Al-Anbiya’: 35)
Kadangkala Allah menguji hamba-Nya dengan sakit, sesuatu
yang tidak disukai oleh hamba yang terkena musibah tersebut, padahal
bisa jadi hal itu baik untuk hamba tersebut. Bisa menambah kebaikannya
dan kekuatan imannya, dan kedekatannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tunduk, merendahkan diri terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan bertawakal dan berdoa terhadap-Nya. Karena Dia Maha bijaksana
terhadap segala sesuatu yang Dia lakukan dan Maha mengetahui terhadap
sesuatu yang baik untuk hamba-Nya.
Oleh karena itu saya menasihatkan kepada saya sendiri dan kepada jamaah
semua, apabila ditimpa sakit untuk mengharapkan pahala Allah karena
sakit tersebut, dan bersabar terhadap ujian yang menimpa.
Karena termasuk macam sabar adalah apabila seseorang bersabar terhadap cobaan, sehingga dia akan mendapatkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala,
bertambah kebaikannya, dan diangkat derajatnya pada hari kiamat. Hal
ini ditunjukkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Shuhaib radhiallahu ‘anhu berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Perkaranya orang mukmin mengherankan, sesungguhnya perkaranya semuanya
baik baginya dan hal itu hanyalah untuk orang mukmin, yaitu apabila
ditimpa kesenangan dia bersyukur, maka hal itu baik baginya. Apabila
ditimpa kemudharatan dia bersabar, maka hal itu baik baginya.” (HR. Muslim dan Imam Ahmad)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَآأَصَابَهُمْ
“Dan orang-orang yang sabar terhadap musibah yang menimpanya.” (QS. Al-Hajj: 35)
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ
وَنَقْصٍ مِّنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ
الصَّابِرِينَ {155} الَّذِينَ إِذَآ أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا
إِنَّا للهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
{156}
“Dan beritahukanlah kabar gembira terhadap
orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” (QS. Al-Baqarah: 155-156)
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ
وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ
وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّآئِمِينَ
وَالصَّآئِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ
وَالذَّاكِرِينَ اللهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أّعَدَّ اللهُ لَهُم
مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan
perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,
laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut
(nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala
yang besar. (QS. Al-Ahzab: 35)
Dan apa yang diriwayatkan oleh Anas radhiallahu ‘anhu berkata,
Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ، وَإِنَّ
اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا،
وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya
cobaan, dan sesungguhnya Allah jika mencintai suatu kaum Dia akan
mencobanya. Maka barangsiapa ridha (terhadap cobaan dari Allah
tersebut), maka dia mendapatkan keridhaan-Nya. Dan apabila dia benci,
maka dia mendapatkan murka (dari Allah). (HR.Tirmidzi dan berkata: “Hadis hasan gharib dari jalur (sanad) ini”).
Dan apa yang diriwayatkan oleh Mush‘ab bin Sa‘d dari Bapaknya berkata,
Saya bertanya, wahai Rasulullah, manusia mana yang
paling berat cobaannya? Beliau menjawab: “Para nabi, kemudian
(orang-orang) semacamnya dan (orang-orang) semacamnya. Maka seseorang
itu diuji menurut kadar agamanya. Apabila agamanya kuat, maka cobaannya
berat. Dan apabila agamanya lemah, maka cobaannya sesuai dengan
agamanya. Terus-menerus hamba dicoba sampai ditinggalkan berjalan di
atas bumi tanpa punya kesalahan. (HR. Tirmidzi dan berkata: hadis hasan shahih)
Manusia yang dicoba dengan sakit, diharamkan bunuh diri, begitu juga bila dicoba dengan cobaan yang lain. Karena hidupnya bukan kepunyaannya sendiri, tetapi hidupnya adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang telah menentukan ketentuan-ketentuan dan ajalnya, dan karena
dengan mati itu amal-amalnya terputus, padahal hidup yang dijalani orang
mukmin diharapkan baik baginya daripada kematian.
- Bunuh diri
mungkin dilakukan oleh orang-orang Islam, karena malu, sakit hati, atau
karena sakit menahun yang konon tidak ada harapan sembuh.
- Bunuh diri adalah perbuatan yang diharamkan.
- Adanya ayat-ayat dan hadis-hadis yang melarang bunuh diri dan juga membunuh orang lain kecuali dengan haq untuk dibunuh, sekaligus beratnya hukuman perbuatan tersebut.
Dilarang untuk berangan-angan atau mengharapkan kematian karena musibah yang menimpa, apabila terpaksa har
“Ya Allah, hidupkanlah aku jika hidup itu lebih baik baik bagiku, dan matikanlah aku jika mati itu lebih baik bagiku.”us melakukannya, maka hendaklah berdoa:
Allah akan selalu mencoba hamba-Nya, baik cobaan itu berupa
keburukan atau kebaikan, yang hal itu mendorong kita untuk bersabar.
Sedangkan hikmah cobaan itu, adalah untuk menghapus dosa hamba-Nya.
Mudah-mudahan kita semuanya bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dari dosa yang telah lalu, dan semoga bertambah amalan kebaikan kita
semua. Baik itu shalat, puasa, zakat, haji, dzikir dan berdoa kepada
Allah, membaca Alquran sehingga mendapatkan derajat yang tinggi di sisi
Allah.
Taken from : khotbahjumat.com